Ku berjalan diantara kabut. Pemandangan di sekelilingku semua tampak begitu gelap di kanan kiriku. Aku tak begitu ingat kejadian sebelum aku terbangun di tempat antah berantah yang kini suram, banyak pepohonan di sekelilingku. Aku merasa bingung mau kemana, yang aku tahu aku harus mengikuti instingku bahwa aku harus bergerak untuk bertemu seseorang untuk menolongku, karena tak mungkin ada orang yang mendengarku berteriak disini. Saat ku coba beranjak untuk bangkit tangan kanan ku terasa sakit sekali, sepertinya terkilir di bagian pergelangan siku. Namun aku tak memedulikannya. Aku coba berjalan sambil berteriak minta tolong membabat dedaunan yang merentang di depanku dengan tangan yang masih baik. Aku merasa berjam-jam aku berjalan tanpa arah. Tubuhku serasa tak bertenaga sampai akhirnya aku ambruk lemas ketanah. Aku terdiam mengamati pemandangan sekitar begitu gelap dan menyeramkan. Aku mulai bangkit lagi setelah tenagaku terkumpul. Kabut mulai menghilang dan aku terbantu oleh cahaya bulan yang temaram untuk kembali berjalan. Tanah terasa basah dan lembab, udara menjadi begitu beku dan dingin. Aku mulai putus asa untuk mencari pertolongan. Sampai akhirnya di kejauhan cahaya kecil berpendar-pendar. Dan, cahaya yang lain mengikuti cahaya tersebut. Sayup-sayup terdengar seseorang meneriakkan namaku. Aku begitu bersemangat dan senang. Aku berusaha untuk berteriak bahwa aku ada disini. Tolonglah tolong temukan aku. Namun saat kuteriakkan kata tak ada suara yang keluar. Tenggorokanku terasa tercekik dan akhirnya aku ambruk ke tanah- pingsan.
Aku bermimpi bertemu dengan seseorang lelaki yang sangat tua dan berjenggot tebal. Seluruh rambutnya berwarna salju. Dia terus terusan memadangku dengan wajah aneh penasaran dan menyelidik.
“ada apa?” kataku.
“kau, wajahmu membiru.” Katanya sambil mengelus wajahku.
“apa? aku tak mengerti maksudmu.” Senyap pelan kuperhatikan di sekelilingku, aku berada di tempat berwarna putih. Dan tubuhku seakan melayang. Dengan pandangan tergesa kuperhatikan lengannku membiru kehijauan, dan kuku ku berwarna hitam jelaga. Perlahan kulitku menjadi kendur dan mengerut secara bersamaan. “apa yang terjadi?” pikirku. Perasaan takut seakan menyesap semua energi yang aku punya. Dengan pandangan nanar, secepat kilat suaraku menyambar. “APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?”
“sayang sekali nak itu bukan ulahku. Kau akan mengerti saat kau melihat dia. Kau akan menghadapi bahayanya.” Setelah mengatakannya wajah dan tubuh kakek itu berubah transparan. “semoga kau berhasil”
Tiba-tiba sesuatu terasa begitu menusuk di bagian lenganku yang terluka. Begitu terasa menyakitkan. Sampai aku kemudian mendengar suara perempuan. Menghampiriku dan berkata apa aku baik-baik saja. Aku tersadar dalam tidurku. Sesaat ku mengerjapkan mataku, dan aku melihat dia ibuku. Berusaha membangunkanku.
“Annie, ayolah cepatlah bergegas. Ini adalah acara kelulusan mu. Kutunggu kau di bawah untuk sarapan, cepatlah mandi!” katanya.
Aku hanya melongo, terbengong bengong. Hanya mimpi ya? Tapi benarkah hanya mimpi? Dengan panik kutarik lenganku yang masih terbenam dalam selimut. Ahh, sakit. Bercak biru itu masih ada di lenganku, lebar sekali bercak nya. Oh, tidak ini bukan mimpi pikirku. Namun sedetik kemudian bercak biru itu perlahan menyusut seperti air dalam bath up yang di tarik penyumbatnya. Lalu beberapa menit kemudian hilang sama sekali bercak juga rasa sakitnya. Aku memiliki firasat buruk tentang ini.




