Rabu, 01 Januari 2014

PUDAR


            Ku berjalan diantara kabut. Pemandangan di sekelilingku semua tampak begitu gelap di kanan kiriku. Aku tak begitu ingat kejadian sebelum aku terbangun di tempat antah berantah yang kini suram, banyak pepohonan di sekelilingku. Aku merasa bingung mau kemana, yang aku tahu aku harus mengikuti instingku bahwa aku harus bergerak untuk bertemu seseorang untuk menolongku, karena tak mungkin ada orang yang mendengarku berteriak disini. Saat ku coba beranjak untuk bangkit tangan kanan ku terasa sakit sekali, sepertinya terkilir di bagian pergelangan siku. Namun aku tak memedulikannya. Aku coba berjalan sambil berteriak minta tolong membabat dedaunan yang merentang di depanku dengan tangan yang masih baik. Aku merasa berjam-jam aku berjalan tanpa arah. Tubuhku serasa tak bertenaga sampai akhirnya aku ambruk lemas ketanah. Aku terdiam mengamati pemandangan sekitar begitu gelap dan menyeramkan. Aku mulai bangkit lagi setelah tenagaku terkumpul. Kabut mulai menghilang dan aku terbantu oleh cahaya bulan yang temaram untuk kembali berjalan. Tanah terasa basah dan lembab, udara menjadi begitu beku dan dingin. Aku mulai putus asa untuk mencari pertolongan. Sampai akhirnya di kejauhan cahaya kecil berpendar-pendar. Dan, cahaya yang lain mengikuti cahaya tersebut. Sayup-sayup terdengar seseorang meneriakkan namaku. Aku begitu bersemangat dan senang. Aku berusaha untuk berteriak bahwa aku ada disini. Tolonglah tolong temukan aku. Namun saat kuteriakkan kata tak ada suara yang keluar. Tenggorokanku terasa tercekik dan akhirnya aku ambruk ke tanah- pingsan.
       Aku bermimpi bertemu dengan seseorang lelaki yang sangat tua dan berjenggot tebal. Seluruh rambutnya berwarna salju. Dia terus terusan memadangku dengan wajah aneh penasaran dan menyelidik. 
“ada apa?” kataku.
“kau, wajahmu membiru.” Katanya sambil mengelus wajahku.
“apa? aku tak mengerti maksudmu.” Senyap pelan kuperhatikan di sekelilingku, aku berada di tempat berwarna putih. Dan tubuhku seakan melayang. Dengan pandangan tergesa kuperhatikan lengannku membiru kehijauan, dan kuku ku berwarna hitam jelaga. Perlahan kulitku menjadi kendur dan mengerut secara bersamaan. “apa yang terjadi?” pikirku. Perasaan takut seakan menyesap semua energi yang aku punya. Dengan pandangan nanar, secepat kilat suaraku menyambar. “APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?”
“sayang sekali nak itu bukan ulahku. Kau akan mengerti saat kau melihat dia. Kau akan menghadapi bahayanya.” Setelah mengatakannya wajah dan tubuh kakek itu berubah transparan. “semoga kau berhasil” 
Tiba-tiba sesuatu terasa begitu menusuk di bagian lenganku yang terluka. Begitu terasa menyakitkan. Sampai aku kemudian  mendengar suara perempuan. Menghampiriku dan berkata apa aku baik-baik saja. Aku tersadar dalam tidurku. Sesaat ku mengerjapkan mataku, dan aku  melihat dia ibuku. Berusaha membangunkanku.
“Annie, ayolah cepatlah bergegas. Ini adalah acara kelulusan mu. Kutunggu kau di bawah untuk sarapan, cepatlah mandi!” katanya.
Aku hanya melongo, terbengong bengong. Hanya mimpi ya? Tapi benarkah hanya mimpi? Dengan panik kutarik lenganku yang masih terbenam dalam selimut. Ahh, sakit. Bercak biru itu masih ada di lenganku, lebar sekali bercak nya. Oh, tidak ini bukan mimpi pikirku. Namun sedetik kemudian bercak biru itu perlahan menyusut seperti air dalam bath up yang di tarik penyumbatnya. Lalu beberapa menit kemudian hilang sama sekali bercak juga rasa sakitnya. Aku memiliki firasat buruk tentang ini. 



CHECK LAGI

         Hari ini aku membeli buku Clive Barker yang berjudul Abarat di Gramedia. Mbak yang jaga kasir salah memberi harga yang seharusnya Rp. 45.000,- (harga sudah diskon) jadi cuma Rp. 20.000,- padahal aku sudah banyak tanya. Dan kurasa  aku sudah menyuruh memastikan. Tapi mbak nya masih ngasih harga itu. Jadi kurasa bukan salah ku sepenuhnya.
          Buku itu adalah buku lama yang aku cari. Saat melihat-lihat bagian pojok buku diskon di lantai bawah dekat parkiran. Aku melihat buku itu sendirian tampak kesepian di rak samping kasir yang sedikit acak-acakan. Jadi aku meraihnya, buku itu sudah terbuka dari plastik pembungkusnya. Bagian sampul belakang terlipat dan setelah membolak-balik mencari harga buku tidak ada. Akhirnya aku bertanya di mbak penjaga kasir.

Aku          : "Mbak buku ini harganya berapa ya?"
Kasir         : "Hmmm, dua puluh ribu kayaknya mbak."
Aku         : "Oh, ga lima belas ribu mbak? Aku menggoda." Dalam hati aku senang karena harganya begitu murah. Dan, aku percaya saja dengan mbaknya yang jaga kasir. Karena kasir lebih tahu harga buku. Novel di gramedia itu kebanyakan harganya mahal sekali itu namun sebanding dengan kualitasnya. 
Kasir            : "Kalo yang buku yang disamping nya itu baru sepuluh ribu mbak?" 
Aku            : " Oh, gitu. Mbak buku ini yang lain mana ya, aku ingin tukar?" 
Kasir          : (Mencari di sepanjang satu deret rak ga ketemu) "wah, kayaknya cuma ini mbak." katanya.
Aku             : "Oh, yayaya. Eum mbak, ini chapter berapa?" Karena yang aku tahu Abarat ini punya 4 seri.  Tapi aku lupa serinya.  Dan, serinya ga tertera secara jelas di buku (http://www.goodreads.com/series/49393-abarat)
Kasir              : "Wah kurang tahu ya mbak"
Aku               : "Bisa minta tolong di chek di komputer?"
Kasir              : (setelah di check ga tercantum)

Akhirnya aku membelinya seharga Rp. 20.000,- setelah melihat-lihat di rak yang agak berjauhan. Aku menemukan novel Abarat yang lain. Dan, aku tanpa melihat harganya meminta ijin sang kasir untuk menukar buku serupa yang masih terbungkus rapi di plastik. Akhirnya sang kasir melihat harganya Rp. 45.000. Wajahnya terlihat syok dan aku pun syok. Aku merutuki diriku sendiri. Kenapa aku tak melihat harganya terlebih dahulu? Akhirnya aku bertanya. "Mbak apa aku nambah uang nya?" Si kasir terdiam sambil memindahkan plester harga buku. Sambil senyum-senyum aku berkata "Ga usah ya mbak, kumohon". Dan, si mbak kasir bilang. "Iya mbak gak papa. Tapi jangan bilang-bilang ya!" Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Wah, saya beruntung ya!

                                                                 ~happy ending~


LUMPUR BASAH


                 Ahhh, aku bingung karakter seperti apa diriku. Aku menjadi begitu malas bernteraksi sekarang. Aku mengalami penghinaan verbal tak berkesudahan dari salah satu anggota keluargaku. Membuatku menjadi begitu hina. Aku merasa begitu rendah dan hina. Mendengarkan suara yang merendahkan, mengerdilkan, meremehkan, memojokkan ku sungguh membuat diriku menjadi sosok yang sama sekali nggak manis, dan aq ga pernah menjadi sosok yang baik dan manis. Dan tentu masyarakat kemudian menyalahkan ku atas perilaku tersebut. Semua begitu rumit di kehidupanku sekarang. Aku malas membangun sesuatu kemudian. Tapi ayolah, aku sadar semua itu pasti akan merugikanku dalam jangka waktu yang panjang. Jadi kurasa sudah saatnya aku menjadi keras kepala. Dan, aku ingin lihat akibat apa yang aku dapat kemudian. Aku ingin berkomitmen, seburuk apapun perilaku mereka terhadapku, aku akan selalu memotivasi diriku untuk membangun sesuatu yang produktif bagi diriku sendiri. Aku ingin menantang diriku mempelajari sebanyak mungkin hal-hal baru. Aku ingin memiliki visi dan ide yang luas dan besar melebihi ocehan mereka mengenai kekerdilan diriku. Karena aku sama sekali tidak kerdil.
              Menjadi seseorang baik sungguh banyak yang dipertaruhkan. Dan kurasa untuk melangkah ketahap tersebut, selalu diawali dengan adanya inspirasi, motivasi dan keyakinan yang kuat untuk memulai. Ingin melakukan sesuatu demi mendapatkan pengalaman yang seru dalam hidupku kurasa itu cukup menjadi motivasi ku yang pertama. Aku ingin menapaki jalur dan taangga yang ke atas. Aku ingin berhenti hanya menatap kagum orang-orang  hebat diluar sana. Aku ingin menjadi bagian nya. Tentu walau dengan segala potensi dan sumber daya yang terbatas dan bakat yang mentah masih belum diasah. Mimikirkan kekurangan yang aku miliki sekarang sungguh membuatku sedih, alih-alih begitu aku ingin memaksimalkan potensi yang aku miliki. Dan mulai membangun semua itu dari sekarang. Ga mudah memang tapi setidaknya aku ingin memiliki sesuatu yang aku minati untuk kemudian aku perjuangkan. Sekedar membuat hidupku lebih menantang dan penuh warna. Bukannya statis dan mendengarkan penghinaan oleh orang yang sebenarnya tidak lebih pintar.
Mungkin aku sekarang berada di titik minus. Aku sungguh ingin membuatnya sedikit demi sedikit membuatnya kearah angka yang lebih positif. Semoga pemikiranku positif dan selalu terinspirasi. Karena pemikiran memagang kendali penuh terhadap nasib ku kemudian hari. Seperti kutipan dari Perdana Mentri Inggris Margaret Thatcher: 

“Jagalah pikiranmu, karena pikiranmu akan menjadi ucapanmu. Jagalah ucapanmu, karena ucapanmu akan menjadi perbuatanmu. Jagalah perbuatanmu, karena perbuatanmu akan menjadi sifatmu. Jagalah sifatmu, karena sifatmu akan menjadi karaktermu. Jagalah karaktermu, karena karaktermu akan menjadi nasibmu. “

Semoga aku bisa menjadi orang yang berguna dan di butuhkan. Semoga aku bisa menjadi orang yang sekali berarti lalu mati. Amin!